(1) APAKAH RUMAH LESTARI ITU? | Rumah Lestari adalah kediaman yang dirancang sebagai rumah perlindungan dan pengasuhan bagi anak-anak yang tertolak untuk diasuh oleh Yayasan Sahabat Manusia Pembutuh Cinta (Yayasan HaMba). Diberi nama Rumah Lestari dimaksudkan untuk didedikasikan untuk, serta memuliakan dan meneladani, karya kemanusiaan Ibu Lestari Projosuto. Kediaman ini hendak didirikan di atas sebidang tanah di Dukuh Pojok, Kelurahan Harjobinangun, Kec. Pakem, Kab. Sleman, Prov. D.I. Yogyakarta, yang sebagiannya telah dibeli menggunakan hasil penjualan kediaman pribadi Ibu Lestari, dan pelunasan tanah serta pembangunan kediaman diharapkan bisa menggunakan dana-dana hibah dan sumbangan dari berbagai pihak (pribadi maupun lembaga, pemerintah maupun swasta), yang peduli pada pengasuhan dan perlindungan bagi anak-anak yang mengalami penolakan oleh keluarga maupun lingkungan asal mereka, tanpa memandang latar belakang keyakinan/agama maupun etnis/suku.
Saat ini (10 Juli 2024) ada 20 anak asuh di Yayasan HaMba setelah dalam setengah tahun ini ada tiga anak menjalani reunifikasi. Dari tiga anak yang diantar untuk berkumpul dengan keluarga, yang dua anak kakak-beradik diasuh delapan tahun dan seorang anak diasuh sejak bayi hingga lulus SMALB. Sebagai lembaga independen (tidak berafiliasi pada lembaga agama tertentu) sekitar 70% anak asuh Yayasan HaMba beragama Islam dan sekitar 30% lainnya adalah Kristiani.
Rumah Lestari dirancang sebagai rumah tumbuh, yang pengembangan pembangunannya disesuaikan dengan dukungan dana dan donasi yang terkumpul.
(2) SIAPA IBU LESTARI PROJOSUTO DAN APA SAJA KARYA KEMANUSIAAN BELIAU? | Lahir di Klaten, 11 Mei 1943 dengan nama Maria Immaculata Roch Endah Lestari Prajasuta, Ibu Lestari Projosuto memiliki sejarah panjang di dunia kemanusiaan. Tahun 1976 Ibu Lestari diutus Keuskupan Agung Jakarta mendampingi keluarga-keluarga tuna-wisma dan pengangguran serta merawat orang-orang cacat yang tinggal di kawasan-kawasan kumuh atas petunjuk Keuskupan Agung Jakarta.
Awal dasawarsa 1980, bersama dua orang mitra, yaitu Pak Eddy Hidayat dan Pak Thomas B. Nukmanto, Ibu Lestari mulai mendampingi anak-anak jalanan (tukang semir sepatu, penjaja asongan, pemulung dan pengamen) yang banyak ditemui di perempatan-perempatan lampu merah Kota Jakarta, yang pada malam hari tidur di emperan-emperan toko, kolong-kolong jembatan, terminal-terminal, dan di pasar-pasar.
Tahun 1984 Ibu Lestari dan para relawan berkarya di bawah Yayasan Amalia yang didirikan oleh sejumlah tokoh antara lain oleh Ibu Letjenpol Jeane Mandagi. Selama 12 tahun mendampingi anak jalanan laki-laki, setidaknya ada 126 anak jalanan laki-laki yang diasuh oleh Ibu Lestari dengan sekitar 60 anak tinggal di lima Rumah Amalia, yang salah satunya menempati kediaman Pak Eddy Hidayat di Sunter.
Tahun 1992 Ibu Lestari mulai menyelenggarakan rumah penitipan balita agar para balita ini mendapat lingkungan pengasuhan yang memadai sementara ibu mereka mencari penghidupan di pasar (sebagai pemungut cabe, pengupas bawang, dll). Pada tahun 1992 ini pula Ibu Lestari dan para relawan mulai memberi perhatian terhadap anak-anak perempuan, karena saat itu mulai disadari ternyata bukan hanya anak laki-laki yang ditemukan mencari nafkah di jalanan. Mereka ini adalah anak-anak dari ibu-ibu jalanan dan keluarga-keluarga yang tinggal di tempat-tempat kumuh seperti di daerah Pasar Senen, Pedongkelan, Pengarengan, Kebon Nanas, Kampung Kandang dan Gamplok.
Tahun 1995 bersama Pak Eddy Hidayat, Ibu Lestari Projosuto mendirikan Yayasan Aulia di Jakarta dan mulai memindahkan sekolah anak-anak asuh ke Yogyakarta (Jogja) antara lain agar anak-anak tidak kembali ke jalanan. Selama tujuh tahun Yayasan Aulia Yogyakarta menyewa beberapa rumah untuk sekitar 50 anak asuh.
Tahun 2002 anak-anak asuh Yayasan Aulia menempati rumah-rumah yang didirikan atas bantuan para donatur, terutama Stichting Lestari – yaitu yayasan di Belanda (1990-2015) yang menggalang dana menggunakan nama Ibu Lestari dan foto wajah Ibu Lestari sebagai logo guna mendukung karya kemanusiaan Ibu Lestari Projosuto. Lokasi ini di Dukuh Katen, Kelurahan Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi DI Yogyakarta.
Tahun 2012 atas kesepakatan yang “tidak tuntas” antara dua pendiri Yayasan Aulia (yaitu Ibu Lestari Projosuto dan Pak Eddy Hidayat), Ibu Lestari mendirikan Yayasan HaMba, dengan asumsi bahwa Ibu Lestari Projosuto mengelola Yayasan Aulia Yogyakarta (yang kemudian diberi nama Yayasan HaMba), sementara Pak Eddy Hidayat mengelola Yayasan Aulia Jakarta. Disebut “tidak tuntas” karena Ibu Lestari yang adalah roh Yayasan Aulia lebih mengutamakan substansi karya sosial-kemanusiaan ketimbang mencermati masalah administrasi (termasuk dokumen yang berimplikasi hukum, kepemilikan aset yayasan, dan statusnya sebagai Pembina Yayasan Aulia).
November 2023 dalam sengketa perdata yang tidak sampai ke pengadilan ini, Yayasan HaMba diminta meninggalkan lokasi dan lahan yang secara administratif terdaftar atas nama Yayasan Aulia namun secara substantif diperuntukkan guna mendukung karya sosial-kemanusiaan Ibu Lestari Projosuto. Dengan demikian, Ibu Lestari Projosuto kehilangan tempat pengasuhan di Dukuh Katen, Harjobinangun, Pakem, yang dibangun terutama atas bantuan Stichting Lestari
di Belanda yang menggunakan nama dan foto Ibu Lestari untuk menggalang dana. Sejumlah 22 anak asuh Yayasan HaMba beserta 9 staf (ibu asuh dan karyawan lainnya), meninggalkan lima rumah dan satu kantordi Dukuh Katen dan pindah ke Dukuh Dero Wetan, sekitar satu kilometer dari Katen untuk menempati rumah transisi yang dikontrak berkat dukungan Save The Children dan dua kamar tidur pinjaman dari warga.
(3) APA LATAR BELAKANG IBU LESTARI PROJOSUTO? | Tahun 1976 Ibu Lestari Projosuto (MRE Lestari Prajasuta, yang kemudian ditulis Projosuto) lulus S2 dari Asian Social Institute Manila dengan tesis tentang anak-anak jalanan di Manila City, Filipina. Tahun 1993, setelah 17 tahun menjalani kaul dan mengenakan busana biarawati Ursulin dari biara Onio Sancta Ursula (OSU) di Jakarta, adik dari mendiang Mgr. FX R
ocharjanta Prajasuta (Uskup Banjarmasin 1983-2008) ini melepas kaul dan jubah biarawati untuk lebih fokus mengurus anak-anak yang tertolak. Atas dedikasinya terhadap kemanusiaan, tahun 1999 atas dedikasinya terhadap kemanusiaan, Ibu Lestari menerima Sido Muncul Award.
(4) APAKAH MISI DAN PROGRAM YAYASAN HAMBA? | HaMba akronim dari Sahabat Manusia Pembutuh Cinta, adalah Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) independen, didirikan 15 Oktober 2012 dengan misi melayani anak yang tertolak dari keluarga maupun lingkungannya, tanpa memandang latar belakang agama ataupun suku. (Independen artinya Yayasan HaMba tidak berafiliasi dengan lembaga agama tertentu). Ini misi yang unik, yang membutuhkan keberanian mengambil risiko, dan nyatanya tidak banyak lembaga yang mengembannya.
Sesuai misi yang diembannya, program Yayasan HaMba adalah menyelenggarakan pengasuhan bagi anak-anak yang mengalami penolakan. Pada banyak kasus, Yayasan HaMba menjadi rujukan terakhir bagi balita yang telah ditolak oleh keluarga inti, keluarga besar, serta lingkungan asal mereka, bahkan oleh lembaga-lembaga pengasuhan yang lain. Proses perujukan anak ke Yayasan HaMba melibatkan berbagai pemangku kepentingan (stakeholders), bukan hanya oleh keluarga klien, pendamping ortu klien, pekerja sosial, atau lembaga sosial-kemanusiaan terakhir yang mendampinginya, melainkan juga melibatkan Badan Perwakilan Kelurahan dan Bagian Kesra (kesejahteraan masyarakat) Desa (Kamituwa) di Kelurahan dan tentu saja melibatkan Dinas Sosial. Proses perujukan ini melalui tahap penting yang disebut case conference yang dihadiri oleh seluruh pemangku kepentingan. Demi pelibatan aparat pemerintah desa, case conference bisa dilakukan di Kantor Kelurahan.
Sebagai tahap akhir pengasuhan seorang anak, yaitu ketika keluarga sudah siap menerima kembali kehadiran sang anak, Yayasan HaMba akanmelaksanakan proses reunifikasi keluarga. Program reunifikasi inidilakukan melalui assessment keluarga, juga melibatkan Dinas Sosial. Sebagai contoh, pada awal Juli 2024, Yayasan HaMba telah melakukan reunifikasi terhadap dua anak kakak-beradik usia sekolah dasar yang telah delapan tahun diasuh oleh Yayasan HaMba. Ketika dua kakak-beradik ini masih balita (6 bulan dan 3 tahun), orangtua mereka menghadapi kasus sementara keluarga besar dari garis kekerabatan ke atas dan ke samping dari kedua orangtua tidak dalam kapasitas bisa mengasuh mereka, sehingga keduanya dirujuk oleh Dinas Sosial untuk diasuh di Yayasan HaMba.
Sebagai Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA), Yayasan HaMba terikat oleh UU Perlindungan Anak No.17 Tahun 2016.
(5) APA PRESTASI YAYASAN HAMBA? | Tahun 2015 Yayasan HaMba mendapatkan penghargaansebagai Organisasi Sosial Berprestasi Nasional Peringkat 2 dan sebelumnya mendapatkan penghargaan peringkat pertama di tingkat Provinsi DIY dan Kabupaten Sleman. Penilaian untuk penghargaan ini menitik-beratkan pada pola pengasuhan dan fasilitas yang disediakan oleh yayasan yang dinilai memenuhi SNPA (Standar Nasional Pengasuhan Anak).
Tahun 2017 Yayasan HaMba mendapatkan Akreditasi A (Sangat Memuaskan) untuk LKSA dari Kemensos dengan masa pengakuan selama 5 tahun. Tahun 2017 juga, salahseorang anak asuh – Monica – terpilih mewakili remaja Indonesia mengikuti kampanye internasional melawan kekerasan terhadap anak di Ottawa (Kanada) dan tahun berikutnya di Stockholm (Swedia).
Tahun 2022 Yayasan HaMba mempertahankan peringkat Akreditasi A (Sangat Memuaskan) untuk LKSA dari Kemensos yang berlaku selama 5 tahun. Tahun 2023, salah seorang anak asuh (Vanesa) penerima beasiswa Bidikmisi lulus dari Prodi D4 Jurusan Teknik Busana Universitas Negeri Yogyakarta dengan predikat cumlaude.
Juli 2024 karya tulis berupa dongeng yang mengandung filsafat Jawa oleh salah seorang anak asuh, Najwa Alya, terpilih sebagai salah satu dari 40 karya siswa yang dibukukan oleh Dinas Pendidikan Provinsi DI Yogyakarta.
Namun, prestasi terbesar Yayasan HaMba adalah telah mengasuh anak-anak yang nasibnya ditolak oleh keluarga maupun lingkungan asalnya, tanpa memandang latar-belakang keyakinan maupun kesukuan. Sebagai lembaga perlindungan anak dengan misi mengasuh anak-anak yang tertolak, Yayasan HaMba menerima anak-anak yang benar-benar ditolak, bahkan juga dalam batas tertentu termasuk kategori berkebutuhan khusus dan harus menjalani terapi psikologis, terapi kesehatan, maupun mengenyam pendidikan di Sekolah Luar Biasa, oleh karena tak ada lembaga manapun yang menerima mereka. Sebagai lembaga kemanusiaan bagi anak-anak yang tertolak dengan berbagai kompleksitasnya, Yayasan HaMba menjalankan misi ini tanpa memungut imbalan apapun kecuali mengandalkan bantuan dari donatur. Sebagai lembaga independen (yang tidak berafiliasi pada lembaga agama apapun) Yayasan HaMba menerima anak-anak dari berbagai latar-belakang keyakinan keluarga mereka. Komposisi agama anak-anak asuh adalah 70% beragama Islam dan mereka mengikuti pelajaran agama melalui TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an) terdekat dan 30% lainnya beragama Kristiani yang mengikuti kebaktian dan misa mingguan di gereja terdekat.
(6) BERAPA BANYAK ANAK ASUH YAYASAN
HAMBA? | Pada 10 Juli 2024, jumlah anak asuh Yayasan HaMba ada 20 anak, setelah ada tiga anak menjalani proses reunifikasi pasca kenaikan kelas bulan Juni. Ini adalah jumlah terkecil sepanjang sejarah Yayasan HaMba. Namun jumlah ini sangat mungkin bisa bertambah mengingat Yayasan HaMba telah menerima rekomendasi rujukan dari
Mungkin pertanyaan yang lebih menarik adalah: Berapakah jumlah anak yang selama ini telah diasuh ole Ibu Lestari Projosuto? Memang tidak mudah menjawab dengan tepat berapa jumlah anak yang telah didampingi, dirawat, dan diasuh oleh Ibu Lestari Projosuto beserta para ibu asuh dan relawan. Hal ini mengingat Ibu Lestari telah memberikan pelayanan sejak tahun 1976 kepada keluarga-keluarga miskin terutama yang difabel, dan tahun 1980-an beliau mulai menjangkau anak-anak jalanan yang kebanyakan adalah laki-laki. Mengingat Ibu Lestari adalah sosok yang mengutamakan pelayanan kepada anak asuh dan menolak mengabdi pada kertas, sehingga tidak mudah mendapatkan angka pasti tentang jumlah anak yang pernah singgah kecuali memang yang benar-benar mau tinggal untuk sekolah. (Sikap fundamentalis kemanusiaan, yang menolak mengabdi pada kertas, pada akhirnya membuat Ibu Lestari kehilangan tempat tinggal bagi anak-anak asuh Yayasan HaMba di Dukuh Katen, Harjobinangun, Pakem).
Menurut ingatan Sugeng Sarianto dan empat saudara sepengasuhan, setidaknya ada 126 nama anak laki-laki yang mereka ingat dan tercatat dalam draft buku yang dipersembahkan untuk ulang tahun Ibu Lestari ke-75 pada tahun 2018. Sugeng adalah salah seorang anak asuh Ibu Lestari generasi awal. Angka ini belum termasuk generasi berikutnya yang alpa dari ingatan Sugeng dan kawan-kawan. Adapun jumlah anak-anak yang telah diasuh sejak Ibu Lestari membuka pelayanan di Yogyakarta juga sudah lebih dari seratus jiwa, yang sebagian besar telah menjalani proses reunifikasi dan sudah lepas dari pengasuhan, telah bekerja dan berkeluarga.
Sekedar untuk menggambarkan seberapa banyak anak yang pernah diasuh Ibu Lestari, pada tahun 2004 jumlah nama yang tertera dalam satu Kartu Keluarga dengan Ibu Konaah Melani Anisasri sebagai Kepala Keluarga (Ibu Konaah adalah salah satu ibu asuh Yayasan HaMba) terdaftar 75 nama. Jumlah anggota keluarga ini selalu membuat takjub petugas kelurahan. Ini sekedar memberikan gambaran tentang banyaknya anak yang telah diselamatkan oleh Ibu Lestari Projosuto sehingga memiliki pilihan hidup yang lebih baik dibandingkan orangtua mereka.
Tentu, Ibu Lestari tidak sendirian menjalankan misi kemanusiaan ini. Banyak relawan yang telah membantu Ibu Lestari, namun hanya seorang Sri Sugiyati Theresia yang tetap teguh bertahan menggeluti dunia pengasuhan bersama Ibu Lestari sejak tahun 1990 di Jakata hingga saat ini (tahun 2024) di Pakem, Yogyakarta. Kini Ibu Thres, atau anak-anak memaminggilnya Mama Thres atau Mak Thres, adalah Wakil Ketua Yayasan Sahabat Manusia Pembutuh Cinta (HaMba).
(7) DARI MANAKAH SUMBER UTAMA PENDANAAN OPERASIONAL YAYASAN HAMBA? | Pengurus Yayasan HaMba sedang berjuang menggalang dukungan dari berbagai pihak untuk bisa mendapatkan donor utama guna melanjutkan misi Ibu Lestari Projosuto mengasuh anak-anak yang tertolak. Sejak awal 2024 Yayasan HaMba belum memiliki donor utama dan biaya operasional harian Yayasan HaMba lebih mengandalkan donasi dari pribadi-pribadi yang pada umumnya bersifat insidentil. (Sejak Stichting Lestari di Belanda dibubarkan tahun 2015, Yayasan HaMba mendapatkan dukungan dana operasional utama dari SOS Children’s Village Indonesia, namun program ini telah selesai akhir tahun 2023).
Yayasan HaMba saat ini (mulai 2021) bergerak di bawah kepemimpinan Pak Nyadi Kasmoredjo — seorang ustadz, mantan wartawan yang menekuni sastra Jawa, yang tanpa jeda bergelut di dunia perlindungan dan pengasuhan anak di Yogyakarta. Pada tahun 1987 Pak Nyadi mengajar di Taman Pendidikan Al Qur’an, tahun 1990 mulai mengelola Program Danasiswa (yaitu santunan pendidikan dari beberapa orang bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu). Tahun 1997 Pak Nyadi diminta Departemen Sosial memimpin Rumah Singgah Anak Mandiri Yogyakarta. Hingga saat ni Pak Nyadi tanpa jeda menggeluti dunia perlindungan dan pengasuhan anak, termasuk menjadi bagian dari Tim Monitoring SNPA (Standar Nasional Perlindungan Anak) dan sebagai narasumber untuk berbagai training tentang perlindungan anak. Untuk kiprah kemanusiaanya, Pak Nyadi telah menerima tiga penghargaan, yaitu Satya Lancana Kebaktian Sosial dari Presiden RI (2007), Sido Muncul Award (2003) dari PT. Sido Muncul, dan Mutiara Bangsa dari PT. Radio GCD Gunungkidul.
(8) DENGAN SEJARAH PANJANG KIPRAH KEMANUSIAAN IBU LESTARI PROJOSUTO, MENGAPA DIRASA PERLU MEMBANGUN KEDIAMAN BARU? | Sebagai akibat dari sengketa perdata yang tidak sampai ke pengadilan, Yayasan HaMba telah kehilangan tempat tinggal di atas lahan yang secara administratif (bukan substantif) terdaftar atas nama Yayasan Aulia yang didirikan oleh Ibu Lestari dengan Pak Eddy Hidayat. Anak-anak asuh Yayasan HaMba saat ini tinggal di satu rumah transisi yang dari sisi peruangan, luasan bangunan, serta fasilitas lainnya, kurang memenuhi syarat untuk sebuah rumah perlindungan anak.
(9) APA PROYEKSI YAYASAN HAMBA KE DEPAN? | Yayasan HaMba mengemban misi unik yang tidak dimiliki oleh kebanyakan lembaga kesejahteraan sosial anak lainnya, yaitu melayani anak-anak yang tertolak oleh keluarga maupun lingkungannya, tanpa memandang latar belakang agama ataupun suku. Oleh karena keunikan misi ini maka kehadiran Yayasan HaMba akan tetap dibutuhkan, mengingat pada kenyataannya di dalam kehidupan masyarakat masih ada anak-anak yang kehadirannya ditolak oleh keluarga dan lingkungan asalnya, sementara lembaga yang memberikan perlindungan kepada anak-anak tak beruntung seperti ini tidak mudah ditemukan. Untuk mereka inilah Yayasan HaMba hadir.
Tentang anak-anak yang dikategorikan tertolak ini dalam banyak kasus berkaitan dengan persoalan ketakberdayaan secara ekonomi, sehingga ketika keluarga sudah siap secara ekonomi dan siap menerima anak kembali, maka Yayasan HaMba akan melakukan program reunifikasi keluarga dengan mengantar anak pulang untuk hidup bersama keluarganya.
(10) APAKAH YAYASAN HAMBA MENGEMBANGKAN BISNIS SEBAGAI SUMBER PENDANAAN? | Pada prinsipnya tugas utama Yayasan HaMba adalah pengasuhan bagi anak-anak yang tertolak, yang diberikan kepada anak hingga keluarganya siap mengasuh sang anak. Bagi anak-anak yang belum/tidak memungkinkan untuk reunifikasi keluarga, Yayasan HaMba memberikan pelayanan hingga lulus SMK dan bagi yang berprestasi boleh melanjutkan ke perguruan tinggi.
Yayasan HaMba selama ini tidak mengembangkan bisnis, namun pada masa liburan mendampingi anak-anak berlatih berjualan kue-kue buatan sendiri. Yayasan HaMba juga membekali anak-anak dengan latihan keterampiran guna membangun rasa percaya diri dan kemandirian, yang dilaksanakan tiap akhir pekan bermitra dan dengan dukungan relawan dari Komunitas Prigel Agawe Hepi. Ada rencana, anak-anak akan belajar mengelola bengkel servis sepeda dan warung kecil pada hari Sabtu dan Minggu pagi dan di hari libur lainnya. Namun tujuannya lebih untuk melatih anak menjadi prigel (terampil) dan luwes serta bermartabat dalam menyiasati hidup yang penuh tantangan.
Namun Yayasan HaMba tidak menutup kemungkinan untuk bekerjasama mengembangkan usaha yang hasil dan keuntungannya bisa dijadikan sebagai sumber dana tetap bagi pengelolaan yayasan.***
Pakem, 10 Juli 2024
Humas