Setelah Rapat Pleno dan Tragedi Itu

DRAMA YAYASAN HAMBA (6) | Posisi Ibu Lestari menjadi sulit oleh karena hibah asset yang diputuskan Rapat Pleno Yayasan Aulia tanggal 28 Juli 2012 belum dieksekusi sementara Ibu Lestari telah mendirikan Yayasan HaMba tanggal 15 Oktober 2012, yang dilakukan juga sesuai keputusan Rapat Pleno yang sama.

Pihak Aulia Jakarta bahkan kemudian berpendapat bahwa yang telah dilakukan oleh Ibu Lestari dan Yayasan HaMba adalah melanggar aturan alias ilegal. Tuduhan dengan pendekatan legalis, yang saya kira memang sengaja dimaksudkan untuk mengiris-iris hati Ibu Lestari. Karena memiliki sejarah berkarya sosial berdua secara tandem selama 34 tahun sejak 1978 hingga 2012, artinya kedua pihak tentulah saling memahami karakter masing-masing. Ibarat berumah-tangga, sudah bercucu-pinak.

Dalam kaitan inilah saya ikut terlibat membantu membacai dokumen yang disimpan oleh Ibu Lestari dan Yayasan HaMba untuk menyusun kronologi sengketa sebagai bahan laporan kepada Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum Universitas Gadjah Mada guna memohon pendampingan hukum secara pro bono, yang mana surat kuasanya ditandatangani Mbak Melani sebagai Ketua Yayasan HaMba tanggal 4 April 2018 dan para ahli hukum senior PKBH UGM juga sudah memberikan pendapat dan saran.

Langkah ini ditempuh mengingat upaya mediasi sejak 2013 selalu gagal dan pada tahun 2017 Yayasan Aulia mengirimkan surat sebanyak dua kali ke Dinas Sosial DIY dengan tembusan ke Kelurahan Harjobinangun, Pakem, Sleman, yang pada intinya memberitahukan bahwa Yayasan HaMba menempati lahan yang bukan miliknya yang sah.

Dan sekarang Yayasan HaMba dengan 23 anak asuh dan 11 orang pengurus harus pindah meninggalkan rumah tinggal mereka ….

Tragedi Ibu Lestari. Sejak akhir 2012 bangunan dalam video ini dikenal sebagai lokasi Yayasan HaMba, yaitu lembaga pengasuhan anak yang didirikan oleh Ibu Lestari Projosuto.

Sebelumnya, sejak tahun 2000-an sampai 2012 tempat ini dikenal dengan nama Yayasan Aulia, lembaga pengasihan anak yang juga didirikan oleh Ibu Lestari Projosuto, namun tandem bersama mitranya, yaitu Pak Eddy Hidayat.

Bangunan yang memenuhi standar nasional perlindungan anak ini terwujud berkat dukungan Stichting Lestari, yaitu suatu yayasan di Belanda yang didirikan tahun 1985 untuk membantu karya-karya sosial-kemanusiaan Ibu Lestari Projosuto.

Namun, pada tanggal 13 November 2023 bangunan ini harus sudah dikosongkan.

Ibu Lestari yang sudah berusia 80 tahun Mei lalu namun tampak sehat masih aktif mengurus Yayasan ini, ikut sibuk beres-beres dalam rangka pindah rumah ini. “Saya bagian sortir barang saja…. ” Wajahnya tersenyum penuh ikhlas. Padahal kepindahan Yayasan Hamba ini adalah peristiwa yang tragis dan ironis.

Bagaimana mungkin anak-anak asuh yayasan yang didirikan oleh Ibu Lestari Projosuto harus meninggalkan kediamannya yang dibangun menggunakan dana bantuan dari yayasan di Belanda yang didirikan untuk mendukung karya sosial-kemanusiaan Ibu Lestari, bahkan menggunakan nama Ibu Lestari – yaitu Stichting Lestari – dan bahkan juga menggunakan foto wajah Ibu Lestari sebagai logo Stichting Lestari?

Dari penamaan Yayasan di Belanda ini, serta penggunaan foto wajah Ibu Lestari sebagai logo mengindikasikan dengan jelas bahwa Stichting Lestari didirikan untuk mendukung karya-karya sosial-kemanusiaan Ibu Lestari.

Maka pindahnya Yayasan Hamba dengan meminjam rumah yang untuk menampung 35 orang sementara kompleks perumahan yang diperuntukkan untuk membantu Ibu Lestari harus dikosongkan, bukankah ini ironis dan bahkan tragis?

Jawaban legalisnya adalah “demi hukum”

(dalam tanda kutip).

Yayasan Hamba dituduh menggunakan aset milik Yayasan Aulia, yang juga didirika oleh Ibu Lestari (namun dengan seoran mitra). Padahal, yang namanya Yayasan Hamba adalah sama dan sebangun dengan Yayasan Aulia, kecuali pendirinya yang hanya Ibu Lestari tanpa mitranya.

Apakah Ibu Lestari mendepak mitranya yang telah bersama-sama menjalankan karya sosial-kemanusiaan selama 34 tahun sejak tahun 1978?

Tentu tidak. Perubahan nama lembaga ini – dari Aulia yang di Jogja — sebelumnya sudah disepakati dalam Rapat Pleno Yayasan Aulia tanggal 28 Juli 2012 di Jakarta.

Yayasan Aulia memiliki wilayah kerja di Jakarta dan di Jogja, yang mana di Jogja dikelola Ibu Lestari Projosuto dan yang di Jakarta dikelola di bawah kepemimpinan Pak Eddy Hidayat. Kedua pendiri Yayasan Aulia ini telah bekerja bersama selama 34 tahun dalam suka dan duka.

Dalam Rapat Pleno Yayasan Aulia tanggal 28 Juli 2012 itu diputuskan bahwa Ibu Lestari dipersilahkan membentuk yayasan baru yang nantinya akan menerima hibah dari Yayasan Aulia.

Ibu Lestari yang naif tidak mengusulkan pembubaran Yayasan Aulia terlebih dahulu untuk kemudian kedua pendiri berbagi aset. Hal yang sebetulanya mudah dan paling rasional.

Menurut Ibu Lestari, selama ini kedua pendiri ini masing-masing bekerja secara otonom, mengelola wilayah kerjanya masing-masing, juga memiliki donor yang berbeda, kendati berada di dalam satu lembaga.

Kekeliruan Ibu Lestari Projosuto adalah pada tanggal 15 Oktober 2012 mendirikan Yayasan Hamba, yang sebetulnya sama dan sebangun dengan Yayasan Aulia Jogja minus mitra pendiri. Asumsi Ibu Lestari yang naif, mitranya akan menggunakan nama Aulia – yang memang diambil dari mendiang adik Pak Eddy Hidayat.

Inilah kekeliruan itu.

Apalagi Ibu Lestari kemudian menandatangani surat pengunduran diri dari posisinya sebagai Pembina Yayasan Aulia yang disodorkan secara personal, tanpa saksi, di tengah malam, melalui putra Pak Eddy Hidayat yang memiliki hubungan seperti putra Ibu Lestari sendiri.

Melani-Ibu Tari-Thres

Maka sejak saat itu Ibu Lestari kehilangan hak atas Yayasan Aulia kecuali tercatat sebagai pendiri. Ibu Lestari juga tidak bisa lagi mengusulkan pembubaran Yayasan Aulia.

Kenaifan Ibu Lestari ini lantasdimanfaatkan untuk memojokkannya.

Yayasan Hamba, yang identik dengan Ibu Lestari, dituduh menduduki lahan milik Yayasan Aulia.

Setelah gagal negosiasi – karena selalu saja suasananya menjadi emosional — Yayasan Aulia mengadukan Yayasan Hamba ke Departemen Sosial atas tuduhan menduduki lahan milik Yayasan Aulia.

Jadi, begitulah tragedi yang menimpa Ibu Lestari Projosuto. Dan sekarang Yayasan HaMba bersama para anak asuh harus meninggalkan rumah tinggal yang nyaman. Mereka pindah ke tiga rumah yang dipinjam dan disewa sekitar satu kilometer ke arah barat.

Apa pesan moral dari kisah Ibu Lestari ini?

Saya kira, yayasan yang diklaim mengusung nilai-nilai kemanusiaan pun bisa berisi orang-orang yang tidak menghayati nilai kemanusiaan, sehingga tega melakukan pengusiran terhadap tokoh kemanusiaan dari tempat yang dibangun oleh donor untuk mendukung karya-karya kemanusiaan sang terusir.

Demikian menguras emosi peristiwa pengusiran ini, sampai rambut Mak Thres, Sri Sugiyarti Theresia, ibu asuh terlama yang bekerja bersama Ibu Lestari sejak kuliah tahun 1990 di Jakarta, memutih hanya dalam hitungan hari.

Mungkin ada yang berdalih: Proses hukumnya harus demikian ….

Pertanyaan saya: Benarkah? Benarkah tidak ada cara yang lebih menghormati sejarah?

(Bersambung)